Pernahkah anda merasa dilupakan oleh orang yang anda sayangi? Anda senantiasa menantinya, menanyakan kabarnya, memperhatikannya, bahkan anda selalu merindukan kehadirannya. Tapi, yang anda terima selama ini hanya betapa sibuknya dia, dan betapa tersakitinya hati anda. Entah apa jadinya hati yang telah terlalu banyak bersabar, mungkin saja suatu saat akan meledak dan tak akan dapat menerima semua kenyataan yang ada.
            Aku Irvin, memang hanya seorang mahasiswa biasa di salah satu perguruan tinggi di ibu kota, namun ketulusan cinta dan kasih sayang yang kuberikan tentu tak akan kalah dengan orang-orang berduit. Aku juga bukan orang yang gampang menyerah dan mudah putus asa.
            Sebenarnya, banyak teman-teman di kampus iri denganku. Tentu bukan karena aku ini pintar. Prestasiku di bidang akademik tak cukup bagus untuk dibanggakan. Tetapi, karena seseorang yang telah mendampingiku selama ini. Apa karena dia baik hati dan setia? Salah, semua itu hanya karena dia cantik dan seorang model.
            Tentunya banyak laki-laki termasuk aku mengidamkan sosok wanita cantik yang akan jadi pendamping hidupnya kelak. Tapi, aku baru merasakan hal itu hanya ilusi saja. Bukannya bahagia mempunyai pasangan seperti itu, malah justru lebih banyak terluka.
            Hari ini pun aku benar-benar seperti dicampakkan. Setelah sekian lama kami tidak bertemu, dan jauh-jauh aku menyiapkan segalanya untuk hari ini. Mengingat jadwalnya sangat padat, sampai aku rela meninggalkan acara kampus hanya  untuk menemuinya. Dia terlihat cantik seperti biasa. Dia juga tersenyum sangat manis ketika aku datang. Oh ya, namanya Selphie.
            “Lama nunggu kah? Hehehe.. Thanks udah nyempatin waktu buat hari ini,” ujarku berbasa-basi ria.
            “Ah.. Nggak kok. Benernya pengen juga sih ketemu kamu. Katanya hari ini ada acara kampus. Kok ditinggal sih?”
            “Hehe.. biar gimana juga aku bakal nyoba ngluangin waktu buat kita lah. Apalagi aku tahu jadwal kamu yang…,” tiba-tiba saja handphonenya berdering memecah percakapan.
            “Bentar ya…” dia lalu mengambil handphone-nya dan mulai berbicara dengan seseorang yang menelponnya. Tak lama dia kembali menemuiku.
            “Aduh, aku tiba-tiba ada pemotretan hari ini. Gimana ya? Aku ga enak banget ninggalin kamu. Padahal udah jauh-jauh datang nemenin aku juga,” sesalnya.
            “Iya… gak apa. Aku ngerti kok. Ini juga semua demi karir kamu ke depannya kan. Aku juga gak mau lah lihat kamu gagal menggapai impian kamu selama ini,” ucapku mencoba membuatnya lega. Tapi, sungguh… dalam hatiku, aku sangat kecewa.
            “Maaf banget ya, sayang…”
            “Tenang saja, sayangku… Lagian kayaknya temen-temen di kampus pada nyariin aku. Eh, ga taunya aku kabur buat nemuin kamu, hehe… oh ya, lokasi pemotretannya dimana nih?” tanyaku.
            “Di kantor kok. Cuma buat pemotretan company profile aja. Mau bikin yang baru.”
            “Ya udah, sekalian aku antar ya… Kan satu arah dari sini sama kampus,” tawarku.
            “Emh, gak usah deh, yang… Temenku udah ada yang jemput kok. Bentar lagi juga mau kesana buat pemotretan bareng,” tolaknya. Perasaan kecewa semakin menggerogoti hatiku. Rasanya kesal sekali ketika ada kesempatan untuk menemuinya selalu saja ada celah untuk memisahkan kami kembali.
Tak lama kemudian, sebuah mobil tampak berhenti di depan rumahnya. Dia langsung mengambil tasnya. Aku memakai helmku dan menuntun motorku keluar dari gerbang rumahnya. Semakin terlihat seberapa besar jarak antara kami. Dia memang lebih pantas berjajar dengan kemewahan. Aku berkaca pada diriku sendiri, hanya seorang mahasiswa biasa yang masih meminta uang orang tua untuk keperluan hidup pribadiku. Tapi, aku percaya padanya. Dia tak akan pernah mengkhianati cinta yang sudah tiga tahun ini kami jalin bersama.
            Aku memang berkata padanya akan kembali ke kampus, tapi pada kenyataannya aku kembali ke rumah. Kurebahkan tubuhku di tempat tidurku. Aku memejamkan mata. Rasanya lelah sekali hari ini. Bukan karena lelah fisik, namun lelah hati yang sejak tadi merasakan perihnya kecewa. Ya… sudahlah, lebih baik aku tidur saja…
            Beberapa minggu berlalu, Selphie jarang menghubungiku. Terkadang ketika ku telpon, selalu saja sibuk. Aku ingin tahu keadaannya, aku juga ingin bertemu dengannya, rasanya rindu ini benar-benar menyiksaku. Tapi, aku hanya bisa menunggu. Menunggu dia ada waktu buatku. Hey, Irvin! Mengapa tidak kau datangi saja kantornya? Rasanya itu akan menjadi surprise nantinya. Segera aku bersiap-siap untuk menemuinya. Sengaja aku mencoba untuk tampil sekeren mungkin di hadapannya.
            Aku datang ke kantornya dengan tampilan yang kuanggap paling keren hari itu. Walaupun rintik hujan menghalangi jalanku tapi tekadku untuk bertemu dengannya tak dapat tergantikan. Aku merapikan jaket yang aku kenakan dan menata sedikit rambutku.
            “Permisi, saya ingin bertemu dengan Selphie,” ujarku pada resepcionist yang ada di kantor itu.
            “Dengan siapa?” tanyanya.
            “Irvin,” jawabku singkat.
            “Baiklah, tunggu sebentar. Saya akan menghubunginya,” ucapnya kemudian mencoba menghubungi Selphie melalui telepon kantor. Tak lama kemudian, “maaf mas, mbak Selphie sedang keluar. Mungkin sedang makan siang. Bagaimana kalau ditunggu saja di lobby?” tawarnya kemudian. Aku hanya mengangguk dan tersenyum. Mungkin kesabaranku kembali diuji.
            Aku membolak balik majalah yang tersedia di lobby. Tampak beberapa halaman di dalamnya termuat foto Selphie. Dia nampak cantik dan natural di foto itu. Apalagi aku paling suka melihatnya foto dengan pemandangan alam, sungguh membuatku terkesan. Dulu, aku sering menemaninya. Tapi, sekarang jarang, karena dia lebih banyak foto untuk produk-produk yang ingin dipasarkan.
            Terlihat pintu lobby terbuka dan masuklah sepasang model yang sedang bergandengan dengan mesra. Aku hanya melihatnya sepintas dan tak begitu memperhatikan. Kini aku hanya mendengarkan apa yang mereka bicarakan. “Lain kali aku ga mau makan seafood. Dari dulu aku ga pernah suka, sayang…” ucap model cowok itu.
            “Trus, ntar yang nemenin aku makan seafood siapa? Aku gak mau lho, kalo bukan kamu yang nemenin,” jawab cewek tersebut yang dari suaranya terdengar tak asing di telingaku. Aku mendongak untuk memastikan sekali lagi siapa dia.
            Mataku terbelalak ketika melihat bahwa wanita itu adalah Selphie. “Kenapa? Sel…” ucapku tanpa sadar, membuatnya berpaling melihatku. Selphie pun terlihat terkejut melihatku. Tapi, itu hanya sementara dan kemudian dengan segera membawa cowok yang bersamanya itu masuk di sebuah ruangan. Aku mencoba mengikuti tapi langkahku dihentikan oleh receptionist yang melihat gelagatku.
            “Maaf mas, ruangan itu khusus untuk karyawan,” ucapnya. Aku mundur beberapa langkah kemudian pergi dari kantor itu dengan kekecewaan dan luka yang luar biasa.
            Sesampainya di rumah, aku mulai meragukan Selphie. Memang sejak memulai karirnya di bidang modeling, perlahan Selphie berubah. Awalnya, kami baik-baik saja, terkadang dia juga sering mengeluh padaku tentang beratnya pekerjaan yang ia tanggung. Sesekali dia juga kabur dari pekerjaannya hanya untuk menemuiku. Ucapan rindu dan sayang sering dia ucapkan padaku dulu. Tapi, sekarang bahkan apa saja yang ia lakukan aku tidak tahu. Aku terlalu bersabar untuk mengerti dia.
            Sebuah pesan terlihat baru saja masuk di handphone-ku. Maaf, aku terlalu lama merasa sendiri. Aku ga tahan lagi. Aku memang wanita yang ga punya hati. Aku sudah terpikat dengan hati yang lain sampai meninggalkanmu. Sekali lagi, maaf. Apapun keputusanmu aku bisa terima. Kupikir, itu tadi hanya sekedar pertemanan di dunia entertainment. Tapi rupanya, itu hanya pikiran positifku saja terhadapnya. Aku masih mengingkari kalau Selphie mengkhianatiku. Barulah pesan ini menyadarkanku dan melukaiku lebih dalam lagi. Tak ku balas dan langsung saja ku buang handphone-ku ke kasurku. Aku sudah terlalu lelah memikirkan hubungan kami yang kian lama kian memburuk.
            Dua bulan berlalu, aku mencoba berhenti memikirkannya dan mencoba aktif menjalani kehidupanku tanpanya. Namun bayangan masa lalu seolah menghantui hari-hariku yang kelam. Aku tak pernah menghubunginya begitu pula sebaliknya. Mungkin memang itulah akhir kisah cinta kami. Sejujurnya, aku masih berharap padanya. Entah… rasanya aku yakin dia akan kembali padaku suatu saat kelak.
            Saat aku sedang asyik menggoda adik kecilku yang sedang tidur, tiba-tiba ibuku memanggil. Kupikir, aku ketahuan sedang mengerjai adikku. Karena jika ibuku tahu aku akan dimarahi. “Vin… ada tamu. Tolong bukain pintu, ibu lagi masak nih,” ujar ibuku dari luar kamar.
            Aku perlahan bangkit dari tempat tidurku dan tidak ingin membangunkan tidur adikku yang sudah kugambari wajahnya. Kulihat siapa yang datang ke rumahku. Ku pikir pasti teman-teman norakku di kampus. Tapi ternyata, Selphie tengah berdiri di pintu rumahku. Aku hanya terdiam terpaku sembari kembali mengerutkan senyum yang sudah terurai.
            “Apa?” sapaku.
            Ada waktu Vin? Bisa temenin aku bentar ga?” ujarnya sambil tersenyum dengan mata yang nampak begitu sedih dan pilu.
            “Kemana?” ucapku datar.
            “Emh… terserah, kemana aja juga boleh.” Dia nampak mengharapkan aku menerima ajakannya. Kami pun duduk di pinggir kolam ikan di taman dekat rumah, dia mulai menitikkan air mata ketika dari tadi aku diam tak bicara.
            “Aku ini jahat banget ya…” katanya sambil terisak. Aku hanya diam mencoba tetap cuek atas semua yang telah terjadi antara kami. Isak tangisnya makin jelas terdengar ketika aku tidak lagi meresponnya seperti dahulu. Namun, sesaat kemudian dia berhenti menangis. “Vin, kali ini aku akan jujur sama kamu. Aku sudah punya banyak salah padamu. Kuharap kamu mau maafin aku. Selama kita bersama dulu, sudah tiga kali aku meniti hati dengan yang lain. Semuanya adalah rekan kerjaku di kantor. Tapi, aku ga bisa sayangi mereka kaya aku sayang ke kamu. Kamu yang selalu dukung aku ketika rapuh, yang dari dulu sabar temenin dan ngertiin kondisiku. Setelah kita berpisah, aku nyoba lupain kamu tapi ga pernah bisa. Aku ingin kembali sama kamu. Aku akan lakuin apapun asal kita bisa balik kaya dulu,” ucapnya.
            “Bahkan untuk nglepasin karir?” tanyaku tiba-tiba.
            Dia terdiam sejenak, “aku siap Vin. Percuma rasanya, kalo kamu ga ada  disampingku.”
            Aku hanya tersenyum mendengarnya. Tangannya yang menggenggam erat tanganku perlahan kulepas. “Mending lanjutin aja cita-cita yang selama ini kamu impikan, itu juga udah jadi harapan kita berdua selama ini. Jangan mudah membuangnya gitu aja cuma untuk menarik perhatianku lagi. Maaf Sel, tapi aku udah nutup hatiku buat kamu. Aku… udah punya pacar baru. Aku pun udah janji buat  terus bersamanya sekarang. Ga mungkin aku bisa ingkari janjiku.”
            “Terus gimana dengan janji kita dulu?” tanyanya bersikeras.
            “Janji yang udah kita buat, kamu sendiri kan yang mengingkari dan menghapusnya. Kita udah ga ada janji lagi kaya dulu. Tapi, permintaan maafmu aku terima kok. Aku yakin kamu pasti lebih bahagia tanpa aku.” Selphie tampak menahan air matanya lagi. Dia pun tersenyum, “Jadi gitu, bahkan sampai akhir pun kamu tetap aja berusaha mengalah dan bersabar buat aku. Aku tahu kamu ga punya pacar, aku udah kenal kamu lama kan? Hehe.. Makasih ya.. kamu masih bisa support aku bahkan sampai detik ini. Aku ga akan ganggu lagi. Tapi boleh kan kita jadi teman?”
            Aku hanya mengangguk mengiyakan. Kemudian dia memelukku untuk terakhir kalinya. Kini semua telah berlalu, dan kami hidup dengan dunia kami sendiri. Aku harap, dia bisa menggapai mimpi yang lama dia cita-citakan. Dan aku juga akan menjalani kisah baru dalam hidupku nantinya.

(Inspired by : Kerispatih – Cinta Putih)

Terima kasih sudah membaca... Ditunggu komentarnya ya... ^^

0 komentar: