Pernahkah anda merasakan waktu semakin cepat berputar dan kini yang bisa anda lakukan hanya duduk di atas kursi goyang menikmati masa tua? Sudah 65 tahun aku menghirup udara di dunia ini. Tentu saja aku pun pernah muda. Dulu aku adalah seorang pilot maskapai penerbangan ternama. Aku biasa dipanggil Indra. Tubuhku gagah, wajahkupun tampan. Di usiaku yang ke 27, aku melamar seorang gadis yang sudah lama aku kenal sejak bangku perkuliahan, namanya Ayu. Kami dikaruniai 2 anak. Hidup kami sangat bahagia. Sampai kusadari, apa yang aku lakukan selama ini telah menghancurkan kebahagiaan itu.
            Bermula ketika aku pulang dari Balikpapan. Seperti biasa, kedua anakku menyambut dengan riang. Kupikir, segala sesuatunya baik-baik saja. Sampai, kulihat tatapan istriku mulai berbeda kepadaku.
            “Kenapa sayang, apa kamu sakit? Dari tadi kuperhatikan, wajahmu selalu murung,” ucapku khawatir.
            Ayu terlihat terkejut mendengar perkataanku. Dia hanya tersenyum memandangku serta menggelengkan kepalanya. Aku curiga, senyum itu terlihat dipaksakan. Aku mendekatinya. Kecurigaanku semakin kuat ketika dia spontan menepis tanganku sewaktu aku menyentuh pundaknya. Kulihat matanya berkaca-kaca, dia menangis.
            “…, apa yang terjadi? Ada yang tidak beres?” tanyaku lagi.
            Ayu tak sanggup lagi menahan air matanya. Dengan perlahan dia menuntun anak-anak masuk ke dalam kamarnya. Kuhampiri dia sekali lagi. Nampaklah sekarang wajahnya terlihat emosi kepadaku. Aku tahu aku pasti sudah melakukan kesalahan. Tapi, apa salahku?
            “Sayang…”
            “Maukah kamu jujur padaku?” tanyanya tiba-tiba.
            “Tentu saja aku selalu jujur padamu. Kenapa kau mencurigaiku begitu?”
            “Aku tak tahu apa yang kau lakukan di luar sana. Tapi, kudengar kau menjalin hubungan dengan pramugari di tempatmu kerja?”
            “Darimana kamu dapat berita seperti itu? Tentu saja tidak benar,” ucapku sambil berlalu.
            “Tidak ada maling yang mau ngaku.”
            Aku terkejut mendengar ucapan Ayu yang tak pernah kukira itu. Selama ini, dia tak pernah berkata sekasar itu kepadaku. Karena keletihanku, emosiku memuncak mendengar kalimat itu. Tanpa sadar, tangan ini sudah mendarat di pipinya. Ayu pun juga terkejut menerima tamparan itu dariku.
            “Bagaimana bisa kamu mencurigaiku seperti itu?” sesalku.
            “Maaf. Selama ini aku hanya bisa memendam emosiku yang selalu kacau. Aku sudah sangat sabar selama ini. Sebagai wanita, menjaga rumah ini sendiri di kala malam. Apa kamu pernah tahu? Aku selalu ketakutan di malam hari. Saat anak-anak membutuhkan sosok seorang ayah yang akan selalu membimbingnya, kamu tak pernah ada. Aku tak bisa menjadi seorang ibu sekaligus seorang ayah di dalam rumah tangga. Sementara kau masih ada dan hidup di dunia ini.”
            Aku terdiam. Ayu pergi menuju kamarnya. Dia mengambil beberapa lembar foto dalam sebuah amplop. “Lihat, kau terlihat bahagia sekali hidup di lingkungan kerjamu. Sedangkan apa yang kau lakukan ketika kau pulang ke rumah? Anak-anakmu tetap saja tak kau hiraukan. Kau sibuk bercerita tentang betapa hebatnya profesimu. Aku ingin tanya satu hal padamu. Berapa kali kau mengajak kami keluar hanya untuk sekedar berkumpul bersama? Aku letih akan semua ini!” lanjut Ayu.
            Aku semakin terpojok dengan keadaan ini. Baru kusadari, perhatianku terhadap keluarga makin berkurang. Ayu melangkah menjauh menuju kamar. Aku tetap terpaku mengingat apa yang telah aku lakukan selama ini. Aku menyesal telah menyakiti hati istriku bahkan bisa dibilang menelantarkan keluargaku. Aku menghembuskan nafas panjang. Aku melangkah perlahan mengikuti langkah istriku sampai pada akhirnya aku menemukan banyak bercak darah dan tubuh Ayu yang tergeletak di lantai.
            Segera aku membawa Ayu ke rumah sakit. Sementara kedua anakku berada di rumah bersama pembantu rumah tanggaku. Tapi sayangnya sesampainya di rumah sakit, istriku telah tiada. Aku semakin menyesali perbuatanku. Aku tidak menyangka, istriku menderita penyakit jantung kronis selama 3 tahun terakhir. Betapa buruknya aku sebagai seorang suami yang bahkan tidak mengetahui kondisi istrinya.
            Setelah kepergian Ayu, aku membuat surat pengunduran diri di tempat kerjaku. Dan bertekad untuk lebih memperhatikan keluargaku. Aku meneruskan toko milik ayahku. Walau penghasilan tak seberapa, namun kasih sayang pada keluarga lebih aku utamakan. Sampai saat ini pun, aku masih mengenang mendiang Ayu. Dia meninggalkan aku tanpa aku sempat meminta maaf darinya. Andai saja, aku bisa memutar waktu, mungkin akan kuperbaiki semua dari awal. Keceriaan, kebaikan, dan kesabaran Ayu mencerminkan sosok wanita yang kuat. Bayangan-bayangan ketika kami kenal sampai mempunyai anak tergambar bagaikan slide-slide yang terus berputar di otakku.
            Kini semua itu, tinggal kenangan yang tertanam jelas di hatiku. Aku sungguh merindukannya. Biarlah kusimpan cinta ini sampai nanti aku berada disana bersamamu. Maafkan aku, Ayu…

(Inspired from Kerispatih - Mengenangmu)

0 komentar: